Minggu, 18 Oktober 2015

Pramoedya Ananta Toer - Bukan Pasar Malam

Buku pertama karya eyang Pramoedya Ananta Toer yang saya beli adalah "Bukan Pasar Malam". Sebenarnya banyak sekali buku eyang Pram yang saya ingin beli. Bumi Manusia, Rumah Kaca, Arok Dedes dll. Hanya saja keuangan bulan ini kurang memadai.

Setelah membaca roman ini, saya mengagumi ideologi penulis yakni pramisme (haha) yaitu paham yang hanya berpihak pada keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan.

Pramoedya Ananta Toer (lahir di BloraJawa Tengah6 Februari 1925 – meninggal di Jakarta30 April 2006 pada umur 81 tahun). Selengkapnya bisa dikunjungi alamat ini https://id.wikipedia.org/wiki/Pramoedya_Ananta_Toer atau http://pelitaku.sabda.org/11_fakta_mengenai_pramoedya_ananta_toer dan http://profil.merdeka.com/indonesia/p/pramoedya-ananta-toer/. 



Buku ini pertama kali diterbitkan tahun 1951 dan pada tahun 1965 sempat dilarang beredar oleh pemerintah. Tokoh utama dalam kisah ini adalah 'Aku' yang tidak lain adalah eyang Pram sendiri. Eyang Pram menggambarkan kehidupan pasca kemerdekaan yang hanya memberikan keluasaan bagi pejabat pemerintah memperkaya diri sendiri tetapi masyarakat desa khususnya Blora tetaplah miskin dan terpinggirkan (Masih terjadi sampai saat ini).
 
Berikut alamat sinopsis dan analisa roman Bukan Pasar Malam: http://nur-baeti.blogspot.co.id/2014/06/analisis-novel-bukan-pasar-malam-karya.html dan http://senandungpelayaran.blogspot.co.id/2014/11/politik-dalam-roman-bukan-pasar-malam.html


Jumat, 16 Oktober 2015

Papandayan 2015

Tulisan ini aku tulis karena ke-khawatiranku.
Kecemasan dan ketakutanku.

Aku melihat serta sahabatku, Riki dan Rafi melihat.
Ada beberapa pendaki yang terlihat sengaja membakar pohon-pohon dikanan-kiri jalan menuju Gunung Papandayan.

Saat memotret kejadian pembakaran itu dari dalam mobil.
Beberapa pendaki marah dan menyuruh kami untuk terus melaju maju.

Kami tak menghiraukan, aku tetap memotret pembakaran itu.
Ini gila, kataku!

Mereka, hanya menyamar sebagai pendaki.
Tetapi sebenarnya, mereka-lah pelaku pembakaran itu.

Jadi, seperti ini-lah, kondisimu kini.
Kondisimu, Indonesia.