Rabu, 26 Desember 2018

Vega Badai

Oki Setya Kelana atau biasa gue panggil Oki, sedulur satu ruang kerja, memberi julukan buat motor bebek milik gue pinjaman dari bokap, vega badai. Vega? bisa jadi karena motor gue Yamaha vega er tahun 2007. Tetapi kalau badai? entah-lah! Gue sendiri belum tahu. Badai macam apa yang Oki maksud. Mari kita telaah dari kisah gue sama si vega dari awal berjumpa hingga saat ini.

Begini ceritanya,

.......





Kamis, 09 Agustus 2018

Mandalawangiku

Hai,
Apa kabarmu Mandalawangiku?

Aku tak lagi berbohong kalau saat ini sedang merindukanmu
Dan kini aku ingin bersua kembali denganmu
Merasakan dingin sekaligus sunyimu dalam satu waktu
Bermanja dalam pelukan hangatmu

Tak banyak memang gunung yang telah aku kunjungi, tetapi kamu selalu saja ingin aku datangi
Kau bagai surga yang tersembunyi

Mau kah kau berbincang lagi denganku?
Menghabiskan segelas kopi hitam berdua dipenghujung sore
Menikmati gelap malam di depan tenda kecil milik sahabatku
Hingga pagi tunjukkan keindahan lembahmu

Mandalawangiku, 
Aku berencana berjumpamu kini
Namun mungkin aku datang tak lagi sendiri
Aku bersama temanku

Kau tak perlu cemburu begitu, Mandalawangi
Dia hanya teman, tapi tak tahu nanti
Apakah dia pantas menjadi kekasih
Atau aku yang tak layak bersamanya
Semua masih misteri, sepeti hutanmu di malam hari

Segera aku kabari kepadamu jika pasti
Tapi tak perlu kau nanti-nanti
Semua masih tak pasti
Tak kuat jika kau pun sakit hati
Biar aku saja, ini berat sekali

Fijar Hajianto
Cibitung, 14 Agustus 2018

Kamis, 03 Mei 2018

Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada (Gie, 1966)


Berita Penting!

Ternyata tidak hanya tahu bulat saja yang dibuat dadakan! Pendakian pun bisa juga seperti tahu bulat. Dadakan! Kalau saja ada kata yang lebih dadakan daripada dadakan itu sendiri, akan gue pakai kata itu untuk menjelaskan cerita ini.

Berikut percakapan whatsapp dua pendaki jomblo terbaik tahun 2017,
Kamis, tiga Mei dua ribu delapan belas, jam sepuluh pagi,

Gue : Fen, Pangrango gimana nih. Belum tercapai.
Fendi : Kapan? Minggu ini? Derr lahh
Gue : Sip, berangkat!

Sesingkat itu,
Padahal dua minggu sebelum percakapan itu, gue dan Fendi serta sembilan teman yang lain baru saja melakukan pendakian Gunung Gede-Pangrango via Gunung Putri lintas Cibodas. Sayang, karena hari Senin harus ngantor, pendakian ke Pangrango saat itu tidak kami lakukan.

Percakapan itu sebenanya hanya iseng gue saja. Surprise, Fendi mengiyakan. dan Jumat malam ini, empat Mei dua ribu delapan belas, kami berdua berangkat menuju Cibodas. Tujuan kami tidak lain adalah puncak Pangrango. Lembah Kasih Mandalawangi. Bunga Edelweiss. Kesunyian dan udara dingin. Semoga pendakian ini bernilai ibadah  dan lindungan Allah selalu menyertai kami. Aamiin.
..........................................

Gede-Pangrango merupakan salah satu gunung yang gue senangi untuk dikunjungi. Pertama kali ke sana akhir Desember dua ribu empat belas bersama teman terbaik Onion kids. Saat itu ke puncak Gede via Cibodas. Untuk kali kedua ke Gede-Pangrango adalah dua minggu lalu, lagi-lagi ke puncak Gede hanya berbeda jalur pendakian. Saat itu melalui Gunung Putri. Dan Alun-alun Surya Kencana mengejutkan gue akan keindahan dan kemegahannya. MasyaAllah.


Pintu masuk Gede-Pangrango via Putri (April, 2018)
 
 Pendakian Gede-Pangrango via Putri (April, 2018)

 
Alun-alun Surya Kencana Gede-Pangrango (April, 2018)

Dan untuk kali ketiga ke Gede-Pangrango, gue memutuskan ke puncak Pangrango sebagai pendakian sebelum bulan suci Ramadan tahun ini. Mudah-mudahan bisa tercapai.

Salah satu bekal kekuatan gue untuk menuju puncak Pangrango adalah sebuah puisi ciptaan Soe Hok Gie dengan judul Mandalawangi-Pangrango. Sehebat apa Mandalawangi sehingga Soe bisa menciptakan puisi yang begitu indah.

Gue sudah lupa, kapan pertama kali mulai kenal dengan seorang Soe Hok Gie. Mungkin tahun dua ribu sepuluh saat pertama kali gue mulai menulis di blogspot. Karena header blog ini tidak pernah gue ubah sedari awal.

Mandalawangi-Pangrango
Soe Hok Gie

 Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu, dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“Hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”

Dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu

Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup

Djakarta 19-7-1966

Bismillahirrahmanirrahim,
Kami berangkat,

Fijar Hajianto
Haldin Cibitung, empat Mei dua ribu delapan belas
15:34 WIB

Salam lestari!