Rabu, 29 Desember 2010

Ketika Del Piero Harus Berpisah Dengan Trezeguet

Del Piero: Selamat Jalan, Trezeguet!
Pemain veteran Juventus ini mengungkapkan perasaannya atas kepergian Trezeguet.

Melalui blog pribadinya, pemain veteran Juventus Alessandro Del Piero menyampaikan salam perpisahan kepada ujung tombak asal Prancis David Trezeguet yang hijrah ke Hercules Alicante.
 Del Piero
“Sekarang saatnya mengucapkan salam perpisahan,” tulis Del Piero.

“Sudah tidak terhitung berapa musim kami bermain bersama, dan jumlah gol yang kami cetak. Kami adalah pasangan yang serasi dalam sejarah Juventus, lebih dari duet John Charles dan Omar Sivori. Semua ini membuat kami bangga.”

“Sudah berapa banyak dalam beberapa tahun terakhir selalu muncul: 'Del Piero dan Trezeguet. Trezeguet dan Del Piero' dalam line-up pemain.”

“Sudah berapa banyak kemenangan, kekecewaaan, dan pelukan. Tidak ada pemain yang paling sering menjadi tandem dengan saya. Rata-rata 17 gol per musim, seperti nomor jersey Anda. Hanya ini yang bisa kami gambarkan mengenai sosok striker pada diri Anda.”

“Bagi saya, bermain bersama Anda tidak memerlukan angka-angka. Saya menganggapnya sebagai suatu kehormatan menjadi partner Anda di lapangan, bermain dengan seorang striker terbaik di dunia.”
 
Del Piero dan Trezeguet 
“Sekarang kita berada di dua sisi berbeda, yang sering terjadi di sepakbola. Saya akan mengucapkan selamat tinggal di kamar ganti. Tapi saya menganggap perlu untuk mempublikasikan: 'Semoga sukses dengan petualangan baru Anda'. Kita punya kenangan indah bersama. Lain kali, kita akan bertemu.”

 
Trezeguet
Sukses untuk anda, Trezegol!

Surat Untuk Firman

Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?
 
Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.

Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.




Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang.

Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa.

Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan.

Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan.

Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.

Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!

Source : http://itonesia.com/surat-untuk-firman/

Selasa, 28 Desember 2010

Ibu

Betapa mulia perjuangan hidup dan mati Ibu melahirkanku
Betapa besarnya pengorbanan jiwa dan raga Ibu membesarkanku
Betapa sucinya dengan cinta kasih nantulus Ibu membimbingku

Engkau wanita sangat mulia
Engkau wanita sungguh soleha
Tiada kau ingat, pengorbananmu
Tiada kau harap, belas jasaku
Wahai Ibu .....

Ya Allah, sayangilah Ibuku
Seperti Ibu menyayangiku diwaktu kecil

Air susu jadi bukti
Air mata jadi saksi
Di dalam darah dagingku , mengalir doamu Ibu

Ibu, aku berjanji untuk terus berbakti hingga akhir nafasku
amin.


 @wisuda abang


Diambil dari lirik nasyid judulnya Ibu dari tim nasyid Alveoli.
kalo mau download, ini linknya: http://www.4shared.com/audio/BRSmvR9U/Alveoli_-_Ibu.htm